Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia secara historis memainkan peran penting dalam menjaga ketahanan demokrasi dengan mengeluarkan putusan yang signifikan. Pada Januari 2025, MK memutuskan untuk menghapuskan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, yang dikenal sebagai Presidential Threshold (PT), menyatakan bahwa ketentuan tersebut melanggar konstitusi.
Langkah Menuju Demokrasi yang Lebih Inklusif
-
Putusan Penting: MK mengabulkan serangkaian permohonan, termasuk yang diajukan oleh mahasiswa dan sejumlah pihak, yang menuntut pengujian terhadap Pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Dalam sejarahnya, MK telah 32 kali menolak pengujian sejenis, membuat keputusan ini menjadi langkah progresif dalam memperjuangkan demokrasi.
-
Partisipasi Tanpa Batas: Dengan penghapusan PT, setiap partai politik kini berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden, membuka jalan menuju “tarung bebas” dalam pemilihan umum mendatang, terutama Pilpres 2029.
Kritik Terhadap Era Pemilu Sebelumnya
- Kontroversi Pilpres 2024: Putusan sebelumnya terkait sengketa Pilpres 2024, termasuk dugaan keterlibatan cawe-cawe Presiden Jokowi, menimbulkan kritik terhadap netralitas lembaga dan masa depan demokrasi. Kondisi ini, disertai penurunan Indonesia dalam Democracy Index 2023, mencerminkan keprihatinan akan arah demokrasi.
Peran MK dalam Mencegah Otokratisasi
- Batasan untuk Elite Politik: Putusan MK tidak hanya mencegah monopoli pencalonan, tetapi juga menghadirkan kompetisi lebih luas di antara elite dan partai politik. Hal ini diharapkan dapat mencegah Authoritarian Multiparty Governments dan otokratisasi, sesuai dengan analisis para ahli seperti Bokobza, Nyrup, dan Mietzener.
Dengan demikian, keputusan MK tersebut memberikan optimisme bagi kemajuan demokrasi di Indonesia, menegaskan peran lembaga tersebut sebagai penjaga gerbang demokrasi dan dorongan untuk inovasi demokrasi yang substansial.